Proses Kehidupan Hingga Growth Mindset

Perjalanan yang cukup jauh dan pendewasaan diri yang setiap harinya dilalui. Kesulitan dan kemudahan adalah teman yang ngga luput dari proses ini. Gaduh di kepala tentang hasil yang akan didapat juga jadi permasalahan setiap harinya. Mungkin ini juga bisa dinamakan “overthinking”.

Sadar ngga semakin harinya tanpa disadari kita sering mikir berlebihan? Seperti “hari ini kerjaannya akan banyak ngga, ya?” “mampu ngga ya melewati kesulitan yang akan datang?” – dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang ngga berujung, alhasil bikin kepikiran tanpa sebab. Seperti itu juga fase kehidupan ini. Tanpa disangka, tanpa diminta, tanpa dikejar, segala ketakutan, pikiran berlebihan, pertanyaan yang selalu harus ada jawabannya akan bersliweran setiap saat. Terutama untuk orang-orang yang dikejar dengan target, entah target dengan diri sendiri, keluarga, atau bahkan pasangan. Terkadang hal tersebut bikin kita mau serba instan tanpa banyak berusaha dan takut mencoba banyak hal serta peruntungan karena kita ngga ada “modal” banyak kalau gagal.

Banyak teori dan nasihat kalau hidup ini tentang bagaimana kita menikmati proses. Hal ini selaras dengan istilah yang dicetuskan oleh Carol Dweck seorang peneliti dari Universitas Stanford sekaligus penulis buku psikologi. Istilah tersebut ialah growth mindset. Pada intinya, growth mindset adalah sebuah pola pikir dimana seseorang menikmati dan menghargai fase proses dalam hidupnya. Bahkan kegagalan dalam proses adalah hal yang wajar dan dianggap memiliki impact yang baik untuk mengembangkan kemampuan diri serta mendapatkan pengalaman baru. Dilansir dari Harvard Business Review, bahwa istilah growth mindset Carol Dweck adalah ”Individuals who believe their talents can be developed (through hard work, good strategies, and input from others) have a growth mindset.”

Menariknya adalah pola pikir ini setiap harinya bertumbuh. Menurut gue pribadi bahwa seseorang yang memiliki fixed mindset memiliki peluang untuk berubah menjadi growth mindset atau sebaliknya. Karena berbagai faktor lain akan memengaruhi pola pikir yang tumbuh ini tanpa disadari. Bukan kah pola pikir dan fase kehidupan tidak hanya stagnan?

Kembali pada proses, bahwa memang tidak bisa dipungkiri setiap waktu memaksa kita untuk berproses. Kita hanya butuh lebih peka terhadap “proses” ini. Memang proses meliputi banyak hal di dalamnya. Sering kali kita lupa bahwa banyak kegagalan yang sering dialami memang membawa kita untuk menjadi pribadi yang banyak belajar. Belajar untuk tidak mengulangi kesalahan atau kegagalan yang sama dan belajar untuk menghindari potensi kegagalan itu terjadi lagi. Jika perbanyak sabar terdengar klasik, maka perlu memperbanyak bangkit berkali-kali agar jatuh dapat ditampik.

Masih banyak kemungkinan yang akan terjadi dalam kehidupan ini. Peranan Tuhan dan keyakinan diri sendiri adalah pendukung terbesar dalam hidup. Menggantungkan proses dan perjalanan pendewasaan ke orang lain mungkin hasilnya akan berpotensi dua hal: berhasil atau kecewa. Bukan merasa angkuh dan menganggap bahwa diri sendiri adalah superior, bukan. Ini hanya persoalan kita tetap harus menjadi peran utama dalam proses perjalanan sendiri. Menjadikan orang lain sebagai alasan dari kegagalan yang sebetulnya berasal dari diri sendiri adalah sebuah kesalahan. Karena orang lain ngga memiliki tanggung jawab atas hal itu.

Teori, pengalaman orang lain, pencapaian orang lain ngga serta merta menjadi guideline dalam hidup kita. Kebebasan untuk memiliki metode sendiri ingin seperti apa kita mencapai sesuatu, ya, sah-sah aja. Membandingkan dengan pencapaian orang lain memang ngga akan ada habisnya. Segalanya memang butuh waktu dan butuh usaha.

Just keep swimming! – Dorry.


Komentar

Postingan Populer